Pages

 

Kamis, 06 Februari 2014

ZAKAT FITHRAH

1 komentar
ZAKAT FITHRAH
Pengertian Zakat Fithrah
Zakat Fithrah ialah : Zakat berupa makanan pokok dalam suatu daerah, yang dikeluarkan sebelum shalat 'Idul Fithri.
Yang Wajib Mengeluarkan
Zakat Fithrah diwajibkan kepada orang Islam, baik tua maupun muda, laki-laki atau perempuan, merdeka, budak bahkan kanak-kanak sekalipun, yang mempunyai kelebihan makanan pada malam hari raya serta siang harinya.
Ukuran/Kadarnya
Tiap-tiap jiwa sebanyak satu Sha' (+ 2,5 kg atau 3 liter), dari makanan pokok yang biasa dimakan oleh orang di dalam daerah tersebut.
Waktu Pengeluaran
Dari terbenam matahari pada akhir Ramadlan/malam hari raya 'Idul Fithri sampai sebelum mulai shalat 'Id.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ ص زَكَاةَ اْلفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى اْلعَبْدِ وَ اْلحُرّ وَ الذَّكَرِ وَ اْلاُنْثَى وَ الصَّغِيْرِ وَ اْلكَبِيْرِ مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ اَمَرَ بِهَا اَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ اِلىَ الصَّلاَةِ. البخارى 2: 138
Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, Rasulullah SAW mewajibkan zakat Fithrah satu Sha' (+ 2,5 kg atau 3 liter) dari korma atau satu sha' dari  gandum atas budak maupun orang merdeka, laki-laki, perempuan, kecil dan dewasa dari orang-orang Islam, dan beliau menyuruh supaya dikeluarkan zakat fithrah itu sebelum orang-orang keluar pergi shalat ('Idul Fithri)". [HR. Bukhari juz 2, hal. 138].
Boleh pula dikeluarkan 1 atau 2 hari sebelum hari raya :
وَ كَانُوْا يُعْطُوْنَ قَبْلَ اْلفِطْرِ بِيَوْمٍ اَوْ يَوْمَيْنِ. البخارى 2: 139
.... dan mereka (para shahabat) memberikannya (zakat fithrah) satu atau dua hari sebelum Idul Fithri. [HR. Al-Bukhari juz 2, hal. 139].
Dengan dasar atsar (perbuatan) shahabat tersebut, ada sebagian 'ulama (antara lain Imam Syafi'i) yang berpendapat bahwa boleh pula mengeluarkan zakat fithrah sejak awwal Ramadlan; karena hadits Nabi diatas hanya menerangkan bahwa waktu pengeluaran zakat fithrah adalah sebelum mulai shalat 'Id, tanpa penjelasan kapan permulaannya. Sedang para shahabat ada yang mengeluarkan 1 bahkan 2 hari sebelum Hari Raya. Maka berdasar inilah sebagian ulama berpendapat bahwa mengeluarkan zakat fithrah itu sejak awwal Ramadlan sudah boleh dan sah.
Sasaran Zakat Fithrah
Sasaran atau orang yang berhak menerima zakat fithrah adalah tidak berbeda dengan yang berhaq menerima zakat yang lain, yaitu sebagaimana yang tertera pada surat At-Taubah ayat 60 :
اِنَّمَا الصَّدَقتُ لِلْفُقَرَاءِ وَ اْلمَسكِيْنِ وَ اْلعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَ اْلمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَ فِى الرّقَابِ وَ اْلغَارِمِيْنَ وَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَ ابْنِ السَّبِيْلِ، فَرِيْضَةً مّنَ اللهِ، وَ اللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ. التوبة:60
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [QS. At-Taubah : 60].
Keterangan :
Yang berhaq menerima zakat fithrah ialah :
1. اَلْفُقَرَاء  (Orang-orang fakir)
Orang-orang yang di dalam penghidupannya untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik bagi dirinya sendiri dan atau orang yang menjadi tanggungannya, hanya mampu mencukupi kurang dari separoh keperluannya. Misalnya : Kebutuhan setiap harinya Rp. 10.000,- ia hanya mampu menyediakan Rp. 4.000,-
2.   اَلْمَسكِيْن  (orang-orang miskin)
Yaitu sebagaimana nomor 1, tetapi lebih dari separoh, namun kurang dari kebutuhannya. Misalnya : Kebutuhan setiap harinya Rp. 10.000,- ia hanya mampu menyediakan Rp. 6.000,- Demikian menurut pendapat sebagian 'ulama.
3.  اَلْعَامِلِيْن    (orang-orang yang mengurusi zakat)
Yaitu beberapa orang yang ahli tentang seluk-beluk zakat (hukum-hukumnya, barang-barang dan kadar masing-masing yang dizakati dan sebagainya) yang diangkat oleh Nabi SAW/Pimpinan ummat Islam dan bertugas sebagai penghitung dan penerima serta penagih zakat dari kaum Muslimin untuk disalurkan sebagaimana mestinya. Walaupun ia bukan fakir/ miskin, namun berhaq menerima zakat.
Catatan :
Tentang "Panitia Zakat Fithrah". Karena yang berhaq mengangkat dan menugaskan 'Amil adalah Nabi SAW/Pimpinan ummat Islam, maka kami berpendapat dan menyarankan, sebaiknya kita tidak mendudukkan diri sebagai 'amil, tetapi menjadi sukarelawan saja untuk membantu pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan zakat fithrah tersebut. Jika ada diantara anggota panitia itu orang yang fakir/miskin, maka berhaqlah mereka menerima zakat sebagai fakir/miskin, bukan sebagai 'amil.
4.اَلْمُؤَلَّفَة قُلُوْبُهُمْ    (rang-orang yang dijinakkan hatinya)
Yaitu :
a.  Orang yang baru masuk Islam, agar makin mantap keislamannya.
b.  Orang yang diharapkan masuk Islam dan telah tampak tanda-tanda simpati dan perhatiannya terhadap Islam, ia berhaq menerima zakat tersebut agar makin memperlancar keislaman orang itu.
c.  Orang-orang yang sangat memusuhi Islam dan berpengaruh dalam masyarakat. Minimal diharapkan dengan pemberian zakat kepadanya itu, dapat memperlunak sikapnya atau menghentikan sama sekali permusuhannya terhadap Islam.
Ketiga golongan diatas termasuk (اَلْمُؤَلَّفَة) yang berhaq menerima zakat, sekalipun mereka tergolong mampu dan bukan fakir/miskin.
5. اَلرّقَاب    (budak-budak)
Mereka berhaq mendapat bagian zakat untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman perbudakan.
6.  اَلْغَارِمِيْن    (orang-orang yang berhutang)
Yaitu orang-orang Islam yang kesulitan dan kepayahan karena terbelit oleh hutang-hutangnya yang bukan disebabkan karena pemborosan/ma'shiyat (judi dan sebagainya). Golongan ini berhaq mendapat penyaluran zakat untuk melunasi hutangnya.
7.   سَبِيْل اللهِ   (jalan Allah)
Yaitu setiap sarana dan tempat serta orang-orang yang berhubungan dengan hal-hal yang berguna bagi agama maupun masyarakat luas. Misalnya : Masjid-masjid, sekolahan-sekolahan, madrasah-madrasah, lembaga-lembaga da'wah, tempat pengajian dan sebagainya, termasuk orang-orang yang menyelenggarakan serta mengurusinya. Dan juga termasuk sabiilillaah ialah hal-hal yang bermanfaat bagi kepentingan umum dan dibenarkan oleh agama, seperti mendirikan rumah sakit, gedung pertemuan, membangun jembatan dan sebagainya.
8.  اِبْن السَّبِيْلِ   (orang yang dalam perjalanan/musafir)
Yaitu orang yang dalam perjalanan, lalu putus bekal dan dikhawatirkan terlantar dalam perantauannya itu, maka yang demikian inipun berhaq menerima zakat untuk bekal pulang ke negeri/daerah asalnya. Hal ini dapat dimengerti dan diambil hikmah yang besar yang terkandung di dalamnya, yaitu antara lain :
Agar dimana saja orang Islam itu berada, ia selalu merasa mempunyai saudara seiman yang selalu siap menolongnya, hingga ia tidak merasa asing di perantauannya tersebut.
Beberapa Masalah Yang Berkaitan Dengan Zakat Fithrah
1.  Yang dikeluarkan harus sesuai dengan kwalitas yang biasa dimakannya sehari-hari. Misalnya bila sehari-hari ia makan makanan pokok tersebut dari kwalitas nomor 1, maka tidak selayaknya ia mengeluarkan kwalitas nomor 2 atau nomor 3. Jika sampai terjadi demikian berarti menyalahi jiwa perintah zakat yang antara lain bertujuan untuk mensucikan jiwa seseorang dari kekikiran hati serta menundukkan hawa nafsunya terhadap perintah Allah. Firman Allah :
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهّرُهُمْ وَ تُزَكّيْهِمْ بِهَا. التوبة.103
     Ambillah shadaqah dari sebagian harta mereka, dengan shadaqah itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. [QS. At-Taubah : 103].
     Sebaliknya apabila ia mengeluarkan yang lebih baik dari pada apa yang biasa dimakan, yang demikian itu lebih baik baginya. Karena kelebihan dan kebaikannya itu akan kembali kepada pelakunya itu sendiri, sesuai dengan jiwa agama dan jiwa perintah zakat fithrah tersebut.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 184 :
... فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌلَّه. البقرة:184
     ..... maka barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. [Al-Baqarah : 184].
2.  Zakat Fithrah tersebut dapat pula berujud uang, senilai dengan zakat fithrah yang diwajibkan baginya. Misalnya : 1 liter = Rp. 4.000,- maka ia mengeluarkan untuk dirinya sendiri sejumlah 3 X Rp. 4.000,- =  Rp. 12.000,-
3.  Anak-anak dan orang-orang yang menjadi tanggungan seseorang, maka kewajiban zakat fithrah mereka dibebankan kepada orang yang menanggungnya (ayah/majikan dan sebagainya). Jadi merekalah yang berkewajiban mengeluarkan untuk anak-anak atau orang yang menjadi tanggungannya tersebut, bila mereka itu orang Islam.
4.  Ada sementara 'ulama yang berpendapat bahwa zakat fithrah itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang miskin saja, bukan untuk yang lain, berdasar pemahaman terhadap hadits :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ نُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِ. وَ يَقُوْلُ: اَغْنُوْهُمْ عَنْ طَوَافِ هذَا اْليَوْمِ. البيهقى 4: 175
Dari Ibnu Umar, ia berkata : Rasulullah SAW menyuruh kami supaya mengeluarkan zakat fithrah dan beliau bersabda, "Berilah kecukupan kepada mereka (orang-orang miskin) supaya mereka tidak minta-minta pada hari ini. [HR. Al-Baihaqi juz 4, hal. 175].
Dan juga :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ ص زَكَاةَ اْلفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَ الرَّفَثِ وَ طُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ. مَنْ اَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ. وَ مَنْ اَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. ابو داود 2: 111، رقم: 1609
Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Rasulullah SAW mewajibkan zakat fithrah untuk pembersih bagi orang yang puasa dari omongan sia-sia dan kotor (yang telah dikerjakannya), dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa mengeluarkannya sebelum shalat hari raya, maka ia jadi zakat yang maqbul, dan barangsiapa mengeluarkannya sesudah shalat, maka ia jadi sedeqah diantara beberapa sedeqah". [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 111, no. 1609].
Penjelasan :
a.  Zakat Fithrah adalah termasuk bagian dari "Zakat", maka orang-orang yang berhaq menerima zakat adalah 8 golongan, sebagaimana diterangkan pada ayat 60 surat At-Taubah diatas.
b.  Surat At-Taubah ayat 60 itu didahului dengan huruf Hashr (pembatas) اِنَّمَا   (hanyasanya), maksudnya “bila tidak demikian maka tidak".
     Dan sifat ayat tersebut umum yang berarti setiap shadaqah/zakat apa saja baik zakat maal (harta benda), zakat tanaman dan lain-lain, termasuk zakat fithrah ini, salurannya adalah 8 ashnaf (orang-orang yang berhaq menerima zakat) itu, sedang hadits-hadits diatas bukan merupakan Takhshish (pengecualian) dari ayat tersebut.
c.  Jadi jelaslah bahwa hadits-hadits itu bukan bermakna "Zakat Fithrah" itu wajib hanya diberikan untuk fakir/miskin agar mereka terbebas dari kelaparan (hadits nomor 1), dan "Zakat Fithrah itu sebagai pensuci bagi orang-orang yang berpuasa dan hanya diperuntukkan orang-orang miskin" (hadits nomor 2), melainkan : "Zakat Fithrah itu ~bila memang keenam golongan yang lain kurang membutuhkan~ sebaiknya disalurkan kepada para fakir/miskin agar mereka terbebas dari cengkeraman kelaparan pada hari raya itu". (hadits nomor1) dan : "Zakat Fithrah itu dapat mensucikan orang-orang yang berpuasa dari kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin dilakukannya ketika sedang berpuasa, dan boleh diperuntukkan bagi orang-orang yang miskin, disamping bagi yang lain dari 8 golongan tersebut diatas".
d.  Bila dengan dasar hadits tersebut orang menetapkan bahwa zakat fithrah itu hanya untuk orang miskin dengan alasan bahwa dalam kedua hadits itu yang disebutkan hanyalah orang miskin, lalu bagaimana dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dibawah ini :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص بَعَثَ مُعَاذًا اِلىَ اْليَمَنِ فَذَكَرَ اْلحَدِيْثَ وَ فِيْهِ. اِنَّ اللهَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِى اَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ اَغْنِيَاءِهِمْ فَتُرَدُّ اِلىَ فُقَرَاءِهِمْ. متفق عليه و اللفظ للبخارى
     Dari Ibnu 'Abbas, bahwasanya Nabi SAW mengutus Mu'adz ke Yaman, lalu ia sebut hadits itu, yang didalamnya ada, "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas mereka zakat pada harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka, lalu diberikan kepada orang-orang fakir mereka". [Muttafaq 'alaih, dan lafadh itu bagi Bukhari].
Hadits diatas maksudnya, bukanlah "Zakat itu diambil dari orang-orang kaya/mampu dan diperuntukkan hanya bagi orang-orang fakir saja". Walaupun bunyi di dalam hadits itu begitu, karena (jika demikian) ini bertentangan dengan ayat 60 surat At-Taubah dimuka. Maka jelaslah makna hadits ini, yaitu menekankan bahwa yang wajib mengeluarkan zakat adalah orang yang mampu, bukan orang yang fakir/miskin.
5.  Di muka dijelaskan bahwa batas akhir pengeluarannya adalah sebelum orang melaksanakan shalat 'Ied. Jika ia mengeluarkannya setelah shalat, berdosalah ia, karena berarti tidak melaksanakan kewajiban. Dan yang dikeluarkannya itu hanya dinilai sebagai suatu sedeqah sebagaimana sedeqah-sedeqah yang lain.
     Tegasnya, dia dianggap berdosa, karena tidak membayar zakat fithrah, sedang yang dikeluarkannya itu dinilai sebagai sedeqah sunnah.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ ص زَكَاةَ اْلفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَ الرَّفَثِ وَ طُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ. مَنْ اَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ. وَ مَنْ اَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. ابو داود و 2: 111، رقم: 1609
     Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, Rasulullah SAW mewajibkan zakat fithrah untuk pembersih bagi orang yang puasa dari omongan sia-sia dan kotor (yang telah dikerjakannya), dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa mengeluarkannya sebelum shalat (hari raya), maka ia jadi zakat yang maqbul, dan barangsiapa mengeluarkannya sesudah shalat, maka ia jadi satu sedeqah diantara beberapa sedeqah". [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 111, no. 1609].
6.  Dalam masalah zakat fithrah ini diperbolehkan membentuk Panitia Zakat Fithrah (bukan 'amil) yang bekerja secara sukarela sebagai pengabdian terhadap masyarakat dan negara sebagaimana riwayat di bawah ini :
قَالَ نَافِعٌ: اِنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَكَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ اْلفِطْرِ اِلىَ الَّذِى تُجْمَعُ عِنْدَهُ قَبْلَ اْلفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ اَوْ ثَلاَثَةٍ. مالك
     Telah berkata Nafi', "Bahwa Abdullah bin Umar biasa mengirimkan zakat fithrah kepada orang yang mengumpulkan zakat sebelum hari raya 'Idul Fithri dua atau tiga hari". [HR. Malik].
     Dalam masalah mengeluarkan zakat fithrah dari tangan yang berkewajiban, agama memberikan ketentuan batas akhir sebagaimana diterangkan diatas. Sedang mengenai zakat fithrah itu harus sampai kepada tangan yang berhaq menerima, agama tidak memberikan ketentuan yang pasti, ini diserahkan pada kita semua. Yang penting zakat fithrah itu harus ditunaikan oleh orang yang mengeluarkan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Dan jika tidak ada hal yang memaksa untuk menunda sampainya kepada yang berhaq menerima dengan alasan yang dibenarkan oleh syara'/hukum agama, maka harus segera disampaikan sebagaimana mestinya. Namun bila ada kendala sehingga sampainya kepada yang berhaq menerima sesudah shalat hari raya, yang demikian ini pun tidak mengapa.
     Adapun kendala tersebut antara lain :
~ Karena kesulitan-kesulitan pengangkutan, lantaran banyaknya yang harus dibagikan dan yang diberi bagian.
~ Karena jauhnya perjalanan yang harus ditempuh (di lain daerah) sehingga sampainya sesudah hari raya, karena zakat itu tidak mesti harus dibagikan dalam daerahnya sendiri, karena ada daerah lain yang lebih memerlukannya.
~   Dan lain-lain sebab yang dibenarkan oleh syara'.
7.  Kadar/Ukuran Zakat Fithrah yang Normal.
     Kadar yang normal adalah satu Sha' (kurang lebih 2 1/2 kg atau 3 liter) atau jika dinilai dengan uang, maka yang senilai dengan itu, bagi tiap-tiap jiwa, baik dirinya sendiri maupun orang-orang Islam yang menjadi tanggungannya sebagaimana telah diterangkan di muka.
     Maka jika sisa dari keperluan sehari semalam itu kurang dari satu sha', tetapi lebih dari keperluan dirinya dan orang yang menjadi tanggungannya, bolehlah ia mengeluarkan sekedar sisa yang dipunyai itu, walaupun kurang dari satu sha'. Hal ini tetap dipandang sah serta telah menunaikan kewajiban agama, berdasarkan kepada Sabda Nabi SAW :
اِذَا اَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ. البخارى و مسلم
     Apabila aku memerintahkan kamu untuk mengerjakan sesuatu, maka kerjakanlah dia semaksimalmu. [HR. Bukhari dan Muslim].
8.  Boleh pula mengeluarkan zakat fithrah bagi bayi yang menjadi tanggungannya yang masih di dalam kandungan ibunya, beralasan dengan riwayat sebagai berikut :
     Berkata Abu Qilabah :
كَانَ يُعْجِبُهُمْ اَنْ يُعْطُوْا زَكَاةَ اْلفِطْرِ عَنِ الصَّغِيْرِ وَ اْلكَبِيْرِ حَتَّى عَنِ اْلحَمْلِ فِى بَطْنِ اُمّهِ. عبد الرزاق
Adalah shahabat-shahabat Nabi SAW suka mengeluarkan zakat fithrah untuk anak-anak kecil dan dewasa, hingga untuk anak yang masih dalam kandungan ibunya. [HR. Abdurrazaq].
Arti Fakir, Miskin Menurut Hadits
مَنْ سَأَلَ وَ عِنْدَهُ مَا يُغْنِيْهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنْ جَمْرِ جَهَنَّمَ. قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَ مَا يُغْنِيْهِ ؟ قَالَ: مَا يُغَدّيْهِ وَ يُعَشّيْهِ. ابن حبان 1: 271، رقم: 545
Barangsiapa meminta-minta padahal ia mempunyai (makanan) yang mencukupi baginya, maka hanyalah ia memperbanyak bara api jahannam. Shahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang mencukupi baginya itu ?". Beliau bersabda, "Yaitu yang cukup untuk dimakan pada siangnya dan malamnya". [HR. Ibnu Hibban juz 1, hal. 271, no. 545].
Ucapan Orang Yang Menerima Zakat
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ اَبِى اَوْفَى قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا اَتَاهُ قَوْمٌ بِصَدَقَةٍ قَالَ: اَللّهُمَّ صَلّ عَلَيْهِمْ. فَاَتَاهُ اَبِى اَبُوْ اَوْفَى بِصَدَقَتِهِ. فَقَالَ: اَللّهُمَّ صَلّ عَلَى آلِ اَبِى اَوْفَى. متفق عليه
Dari Abdullah bin Abu Aufa, ia berkata, "Adalah Rasulullah SAW, apabila ada suatu kaum datang kepada beliau untuk menyerahkan zakat, beliau mengucapkan Alloohumma Shalli 'alaihim (Ya Allah berilah shalawat kepada mereka). Kemudian ayahku Abu Aufa datang kepada beliau untuk menyerahkan zakatnya, lalu Nabi SAW mengucapkan Alloohumma Shalli 'alaa aali Abi Aufa (Ya Allah berilah shalawat kepada keluarganya Abu Aufa)". [HR. Muttafaq 'alaih].
Zakat Fithrah di jaman Rasulullah SAW
عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَعْدِ بْنِ اَبِى سَرْحٍ اَنَّهُ سَمِعَ اَبَا سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيّ يَقُوْلُ: كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ اْلفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ اَقِطٍ اَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيْبٍ. مسلم 2: 678
Dari Iyadl bin Abdullah bin Saad bin Abi Sarhin, bahwasanya ia mendengar Abu Said Al-Khudriy berkata, Kami selalu mengeluarkan zakat fithrah satu sha makanan, atau satu sha syair (gandum) atau satu sha kurma, atau satu sha anggur kering. [HR Muslim juz 2, hal. 678]
عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيّ قَالَ: كُنَّا نُخْرِجُ اِذْ كَانَ فِيْنَا رَسُوْلُ اللهِ ص زَكَاةَ اْلفِطْرِ عَنْ كُلّ صَغِيْرٍ وَ كَبِيْرٍ حُرّ اَوْ مَمْلُوْكٍ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ اَوْ صَاعًا مِنْ اَقِطٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيْبٍ. فَلَمْ نَزَلْ نُخْرِجُهُ حَتَّى قَدِمَ عَلَيْنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ اَبِى سُفْيَانَ حَاجًّا. اَوْ مُعْتَمِرًا. فَكَلَّمَ النَّاسَ عَلَى اْلمِنْبَرِ، فَكَانَ فِيْمَا كَلَّمَ بِهِ النَّاسَ اَنْ قَالَ: اِنّى اُرَى اَنَّ مُدَّيْنِ مِنْ سَمْرَاءِ الشَّامِ تَعْدِلُ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ. فَاَخَذَ النَّاسُ بِذلِكَ. قَالَ اَبُوْ سَعِيْدٍ: فَاَمَّا اَنَا فَلاَ اَزَالُ اُخْرِجُهُ كَمَا كُنْتُ اُخْرِجُهُ اَبَدًا مَا عِشْتُ. مسلم 2: 678
Dari Abu Said Al-Khudriy, ia berkata : Ketika Rasulullah SAW masih berada di tengah-tengah kami, biasa kami mengeluarkan zakat fithrah dari setiap anak kecil dan orang dewasa, merdeka atau budak, satu sha makanan atau satu sha keju, atau satu sha gandum, atau satu sha kurma, atau satu sha anggur kering. Kami selalu mengeluarkannya seperti itu, hingga Muawiyah bin Abu Sufyan datang ke kota kami (Makkah) untuk berhajji atau umrah. Dia berbicara di atas mimbar kepada kaum muslimin. Diantara pidatonya, dia mengatakan, Aku berpendapat, bahwa dua mud gandum Syam nilainya sebanding dengan satu sha kurma (1 sha = 4 mud). Maka orang-orang pun berpegang pada pendapat itu. Abu Said berkata, Sedangkan aku tetap mengeluarkan seperti dulu, selamanya sepanjang hidupku. [HR Muslim juz 2, hal. 678]
عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيّ اَنَّ مُعَاوِيَةَ لَمَّا جَعَلَ نِصْفَ الصَّاعِ مِنَ اْلحِنْطَةِ عَدْلَ صَاعٍ مِنْ تَمْرٍ اَنْكَرَ ذلِكَ اَبُوْ سَعِيْدٍ وَ قَالَ: لاَ اُخْرِجُ فِيْهَا اِلاَّ الَّذِى كُنْتُ اُخْرِجُ فِى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص صَاعًا مِنْ تَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيْبٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ اَقِطٍ. مسلم 2: 679
Dari Abu Said Al-Khudriy bahwa ketika Mu’awiyah  menjadikan setengah sha hinthah (gandum yang kwalitasnya bagus) sama dengan satu sha kurma, maka Abu Said mengingkari hal itu dan berkata, Aku tidak akan mengeluarkan zakat fithrah, kecuali seperti yang biasa aku keluarkan pada masa Rasulullah SAW, yaitu satu sha kurma, atau satu sha anggur kering, atau satu sha gandum syair, atau satu sha keju. [HR Muslim juz 2, hal. 679]

~oO[ A ]Oo~
Read more...

SEKITAR RAMADHAN

0 komentar

Hadits-hadits Sekitar Puasa Ramadlan.

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. البخارى 2: 228 و مسلم 1: 524
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Nabi SAW bersabda, Barangsiapa berpuasa Ramadlan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. [HR. Bukhari juz 2, hal. 228 dan Muslim juz 1, hal. 524]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. البخارى 2: 251
Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa bangun (shalat malam) pada bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. [HR. Bukhari 2 : 251]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اَلصّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَ لاَ يَجْهَلْ وَ اِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ اَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ اِنّى صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ. وَ الَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ اَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ اْلمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَ شَرَابَهُ وَ شَهْوَتَهُ مِنْ اَجْلِى. اَلصّيَامُ
لِى وَ اَنَا اَجْزِى بِهِ وَ اْلحَسَنَةُ بِعَشْرِ اَمْثَالِهَا. البخارى 2 : 226
Dari Abu Hurairah RA  bahwasanya Rasulullah SAW  bersabda, Puasa itu perisai, maka janganlah ia berkata-kata keji dan jangan berbuat kebodohan. Jika ia dimusuhi atau di caci maki oleh seseorang maka katakanlah, Sesungguhnya saya ini sedang berpuasa. (dua kali). Demi Dzat yang diriku di tangan-Nya sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau kasturi. (Firman Allah), Ia meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku. Puasa itu untuk-Ku dan Aku akan membalasnya, sedang kebaikan itu (dibalas) dengan sepuluh kali lipat. [HR. Bukhari 2 : 226]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: قَالَ اللهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ اِلاَّ الصّيَامَ فَاِنَّهُ لِيْ وَ اَنَا اَجْزِى بِهِ، وَ الصّيَامُ جُنَّةٌ. وَ اِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ اَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَ لاَ يَصْخَبْ فَاِنْ سَابَّهُ اَحَدٌ اَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ اِنّى امْرُؤٌ صَائِمٌ. وَ الَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ اَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ اْلمِسْكِ. لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا، اِذَا اَفْطَرَ فَرِحَ وَ اِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ. البخارى 2: 228
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Allah berfirman, Setiap amal anak Adam itu untuknya kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku akan membalasnya. Puasa itu perisai. Apabila salah seorang diantara kalian berpuasa pada suatu hari, maka janganlah berkata keji dan jangan berteriak-teriak. Jika ada seseorang yang mencaci makinya atau menyerangnya maka hendaklah ia mengatakan, Sesungguhnya saya sedang berpuasa. Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sungguh bau mulutnya orang yang berpuasa itu di sisi Allah lebih harum dari pada bau kasturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan yang dirasakannya, yaitu apabila ia berbuka, bergembira karena bukanya, dan apabila ia bertemu dengan Tuhannya, bergembira karena puasanya. [HR. Bukhari 2 : 228]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتّحَتْ اَبْوَابُ اْلجَنَّةِ وَ غُلّقَتْ اَبْوَابُ النَّارِ وَ صُفّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ. مسلم 2: 758
Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, Apabila bulan Ramadlan datang maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka, dan syaithan-syaithan dibelenggu. [HR. Muslim juz 2, hal. 758]
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّ رَمَضَانَ شَهْرٌ افْتَرَضَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ صِيَامَهُ وَ اِنّى سَنَنْتُ لِلْمُسْلِمِيْنَ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ اِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا خَرَجَ مِنَ الذُّنُوْبِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ. احمد. ضعيف لان فى سنده النضر بن شيبان
Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Ramadlan adalah bulan dimana Allah Azza wa Jalla mewajibkan puasa padanya, dan aku mensunnahkan shalat malam untuk kaum muslimin, maka barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), maka ia keluar dari dosa-dosanya sebagaimana ketika ibunya melahirkannya. [HR. Ahmad dari Abdurrahman juz 1, hal. 195, dlaif karena dalam sanadnya ada An-Nadlr bin Syaiban]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَ اْلعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ ِللهِ حَاجَةٌ فِى اَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَ شَرَابَهُ. البخارى 2: 228
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatan dusta, maka tidak ada kebutuhan bagi Allah dalam hal ia meninggalkan makan dan minumnya. [HR. Bukhari juz 2, hal. 228]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ص اَجْوَدَ النَّاسِ بِاْلخَيْرِ وَ كَانَ اَجْوَدُ مَا يَكُوْنُ فِى رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ وَ كَانَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِى رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ ص اْلقُرْآنَ، فَاِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ اَجْوَدَ بِاْلخَيْرِ مِنَ الرّيْحِ اْلمُرْسَلَةِ. البخارى 2: 228
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, Adalah Nabi SAW orang yang paling dermawan diantara manusia pada kebaikan. Dan beliau paling pemurah pada bulan Ramadlan, ketika Jibril bertemu beliau, dan Jibril AS bertemu beliau pada tiap malam di bulan Ramadlan hingga selesai. Nabi SAW menyimakkan Al-Quran kepadanya. Maka apabila Jibril  AS menemui beliau, beliau adalah sangat dermawan dalam kebaikan, lebih murah dari pada angin yang terlepas. [HR. Bukhari juz 2, hal. 228]
عَنْ سَهْلٍ رض عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: اِنَّ فِى اْلجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُوْنَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ اَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ: اَيْنَ الصَّائِمُوْنَ؟ فَيَقُوْمُوْنَ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ اَحَدٌ غَيْرُهُمْ. فَاِذَا دَخَلُوْا اُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ اَحَدٌ. البخارى 2 : 226
Dari Sahl RA dari Nabi SAW beliau bersabda, Sesungguhnya di dalam surga terdapat pintu yang disebut Rayyan, yangmana besok pada hari qiyamat orang-orang yang berpuasa masuk dari pintu itu. Dan tidak ada seorangpun yang masuk dari pintu itu selain mereka. Dikatakan, Dimanakah orang-orang yang berpuasa ?. Maka mereka berdiri, tidak ada seorangpun selain mereka yang masuk darinya. Apabila mereka sudah masuk, maka pintu itu ditutup sehingga tidak ada seorangpun yang masuk darinya. [HR. Bukhari 2 : 226]
عَنْ اَبِى الدَّرْدَاءِ رض قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيّ ص فِى بَعْضِ اَسْفَارِهِ فِى يَوْمٍ حَارّ حَتَّى يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ اْلحَرّ وَ مَا فِيْنَا صَائِمٌ اِلاَّ مَا كَانَ مِنَ النَّبِيّ ص وَ ابْنِ رَوَاحَةَ. البخارى 2: 238
Dari Abud Darda RA, ia berkata, Kami keluar bersama Nabi SAW dalam sebagian perjalanan beliau di hari yang sangat panas sehingga seseorang meletakkan tangannya diatas kepalanya karena sangat panas. Diantara kami tidak ada yang berpuasa kecuali Nabi SAW dan Ibnu Rawahah. [HR. Bukhari 2 : 238]
عَنْ سَلْمَانَ قَالَ : خَطَبَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنْ شَعْبَانَ فَقَالَ : اَيُّهَا النَّاسُ قَدْ اَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ، جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيْضَةً، وَ قِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا، مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ اْلخَيْرِ، كَانَ كَمَنْ اَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ، وَ مَنْ اَدَّى فِيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ اَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ، وَ هُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ، وَ الصَّبْرُ ثَوَابُهُ اْلجَنَّةُ، وَ شَهْرُ اْلمُوَاسَاةِ، وَ شَهْرٌ يَزْدَادُ فِيْهِ رِزْقُ اْلمُؤْمِنِ، مَنْ فَطَّرَ فِيْهِ صَائِمًا كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوْبِهِ وَ عِتْقِ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ، وَ كَانَ لَهُ مِثْلُ اَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ اَجْرِهِ شَيْءٌ، قَالُوْا: لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطّرُ الصَّائِمَ، فَقَالَ: يُعْطِي اللهُ هذَا الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا عَلَى تَمْرَةٍ، اَوْ شُرْبَةِ مَاءٍ، اَوْ مَذْقَةِ لَبَنٍ، وَ هُوَ شَهْرٌ اَوَّلُهُ رَحْمَةٌ، وَ اَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ، مَنْ خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوْكِهِ غَفَرَ اللهُ لَهُ، وَ اَعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ، وَ اسْتَكثِرُوْا فِيْهِ مِنْ اَرْبَعِ خِصَالٍ: خَصْلَتَيْنِ تُرْضُوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ، وَ خَصْلَتَيْنِ لاَ غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَا، فَاَمَّا اْلخَصْلَتَانِ اللَّتَانِ تُرْضُوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ: فَشَهَادَةُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ، وَ تَسْتَغْفِرُوْنَهُ، وَ اَمَّا اللَّتَانِ لاَ غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَا: فَتَسْأَلُوْنَ اللهَ اْلجَنَّةَ، وَ تَعَوَّذُوْنَ بِهِ مِنَ النَّارِ، وَ مَنْ اَشْبَعَ فِيْهِ صَائِمًا سَقَاهُ اللهُ مِنْ حَوْضِي شَرْبَةً لاَ يَظْمَأُ حَتَّى يَدْخُلَ اْلجَنَّةَ. ابن خزيمة 3: 191، رقم: 1887
Dari Salman, ia berkata : Rasulullah SAW berkhutbah pada hari terakhir bulan Syaban, beliau bersabda, Hai para manusia, sungguh telah menaungi kalian bulan yang agung, bulan yang diberkahi, bulan yang di dalamnya ada satu malam lebih baik daripada seribu bulan. Allah menjadikan puasanya suatu kewajiban, dan shalat malamnya tathawwuan (sunnah). Barangsiapa mendekatkan diri (kepada Allah) pada bulan itu dengan sesuatu berupa kebaikan, maka dia seperti orang yang menunaikan kewajiban di luar bulan Ramadlan. Barangsiapa yang menunaikan satu kewajiban (amalan fardlu) pada bulan itu, maka dia (pahalanya) seperti orang yang menunaikan tujuh puluh kewajiban di luar bulan Ramadlan. Dan bulan (Ramadlan) adalah bulan yang padanya bertambah rezqinya orang mumin. Barangsiapa memberi buka kepada orang yang berpuasa pada bulan itu, maka yang demikian itu merupakan ampunan untuk dosa-dosanya dan membebaskan dirinya dari neraka, dan dia mendapatan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa tanpa berkurang sedikitpun dari pahalanya. Para shahabat bertanya, (Ya Rasulullah), tidak setiap orang dari kami mesti mempunyai sesuatu untuk memberi makan berbuka kepada orang yang berpuasa. Maka beliau menjawab, Allah memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka orang yang berpuasa meskipun berupa sebuah kurma, seteguk air atau sedikit susu. Bulan Ramadlan itu adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya bebas dari neraka. Barangsiapa yang memberi keringanan kepada budaknya, maka Allah mengampuninya dan membebaskannya dari neraka. Dan perbanyaklah pada bulan itu melakukan empat hal, dua hal yang dengannya kalian membuat ridla Tuhan kalian, dan dua hal lagi yang kalian membutuhkannya. Adapun dua hal yang dengannya kalian bisa membuat ridla Tuhan kalian ialah kesaksian (syahadat) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan kalian mohon ampunan kepada-Nya. Adapun dua hal yang kalian membutuhkannya ialah kalian mohon surga kepada Allah dan mohon perlindugan dari neraka. Dan barangsiapa di bulan itu membuat kenyang kepada orang yang berpuasa, maka Allah akan memberinya minum dari telagaku, sekali minum dia tidak akan haus hingga masuk surga. [HR. Ibnu Khuzaimah juz 3, hal. 191 no 1887, dlaif karena dalam sanadnya ada perawi bernama Ali bin Zaid bin Judaan]
Keterangan :
Tentang perawi Ali bin Zaid bin Judaan tersebut :
Ahmad bin Hambal berkata              : ia dlaif
Bukhari dan Ibnu Hibban berkata     : tidak dapat dijadikan hujjah
Nasaiy berkata                                  : ia dlaif.
Ibnu Khuzaimah berkata                   : saya tidak berhujjah dengannya karena buruk hafalannya.
Bisa dilihat dalam Mizaanul Itidal juz 3, hal. 127, no. 5844. Dan Tahdzibut Tahdzib juz 7, hal. 283, no 545.
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رض قَالَ: كُنَّا نُسَافِرُ مَعَ النَّبِيّ ص فَلَمْ يَعِبِ الصَّائِمُ عَلَى اْلمُفْطِرِ وَ لاَ اْلمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ. البخارى 2 : 238
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata, Kami bepergian bersama Nabi SAW. Dan orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka, dan orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa. [HR. Bukhari 2 : 238]
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رض قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص فِى سَفَرٍ فَرَأَى زِحَامًا وَ رَجُلاً قَدْ ظُلّلَ عَلَيْهِ فَقَالَ: مَا هذَا؟ فَقَالُوْا: صَائِمٌ. فَقَالَ: لَيْسَ مِنَ اْلبِرّ الصَّوْمُ فِى السَّفَرِ. البخارى 2 : 238
Dari Jabir bin Abdullah RA, ia berkata : Ketika dalam suatu perjalanan, Rasulullah SAW melihat kerumunan orang, dan seseorang telah dinaungi. Beliau SAW bertanya, Ada apa ini ?. Mereka menjawab, Orang yang berpuasa. Maka beliau bersabda, Tidak termasuk  kebajikan berpuasa dalam bepergian. [HR. Bukhari 2 : 238]
عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ النَّاسُ فِى رَمَضَانَ، اِذَا صَامَ الرَّجُلُ فَنَامَ حَرُمَ عَلَيْهِ الطَّعَامُ وَ الشَّرَابُ وَ النّسَاءُ حَتَّى يُفْطِرَ مِنَ اْلغَدِ، فَرَجَعَ عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ مِنْ عِنْدِ النَّبِيّ ص ذَاتَ لَيْلَةٍ قَدْ سَمِرَ عِنْدَهُ فَوَجَدَ امْرَأَتَهُ قَدْ نَامَتْ فَاَيْقَظَهَا وَ اَرَادَهَا، فَقَالَتْ: اِنّى قَدْ نِمْتُ. فَقَالَ: مَا نِمْتُ. ثُمَّ وَقَعَ بِهَا. وَ صَنَعَ كَعْبُ بْنُ مَالِكٍ مِثْلَ ذلِكَ. فَغَدَا عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ اِلَى النَّبِيّ ص فَاَخْبَرَهُ، فَاَنْزَلَ اللهُ: عَلِمَ اللهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ. احمد و ابن جرير و ابن المنذر و ابن ابى حاتم بسند حسن
Dari Kaab bin Malik ia berkata : Dahulu pada bulan Ramadlan orang-orang apabila berpuasa (ketika tiba saat berbuka) lalu tidur, maka dia tidak boleh makan minum dan mencampuri istrinya hingga berbuka hari berikutnya. Pada suatu malam Umar bin Khaththab datang dari sisi Nabi SAW setelah berbincang-bincang dengan beliau. Ketika itu ia mendapati istrinya telah tidur padahal ia ingin mencampurinya, lalu ia membangunkannya. Istrinya berkata, Sesungguhnya aku sudah tidur !. Umar berkata, Tetapi aku belum tidur !. Kemudian Umar mencampurinya. Dan Kaab bin Malik pun berbuat seperti itu. Keesokan harinya Umar bin Khaththab datang kepada Nabi SAW memberitahukan hal itu. Maka Allah menurunkan ayat alimalloohu annakum kuntum takhtaanuuna anfusakum (Allah mengetahui bahwasanya kalian menkhianati diri-dirimu (tidak dapat menahan nafsumu)). [HR. Ahmad, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim dengan sanad Hasan]
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يَمْنَعَنَّ مِنْ سَحُوْرِكُمْ اَذَانُ بِلاَلٍ وَ لاَ بَيَاضُ اْلاُفُقِ الَّذِى هكَذَا حَتىَّ يَسْتَطِيْرَ. ابو داود 2: 303
Dari Samurah bin Jundab, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, Janganlah adzannya Bilal menghalangi sahur kalian, dan jangan pula terangnya ufuq yang (tegak) demikian, sehingga terangnya ufuq itu melintang dan menyebar. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 303]
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ اَبِيْهِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِنَّ بِلاَلاً يُؤَذّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوْا وَ اشْرَبُوْا حَتَّى يُنَادِيَ  ابْنُ اُمّ مَكْتُوْمٍ. قَالَ: وَ كَانَ رَجُلاً اَعْمَى لاَ يُنَادِى حَتىَّ يُقَالَ لَهُ: اَصْبَحْتَ اَصْبَحْتَ. البخارى 1: 153
Dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Bilal itu adzan pada malam hari, maka makanlah dan minumlah sehingga Ibnu Ummi Maktum adzan. (Abdullah bin Umar) berkata, Dia adalah seorang yang buta, tidak beradzan sehingga dikatakan kepadanya, Sudah Shubuh, sudah Shubuh. [HR. Bukhari juz 1, hal. 153]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا سَمِعَ اَحَدُكُمُ النّدَاءَ وَ اْلاِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ. ابو داود 2: 304
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, Apabila salah seorang diantara kalian mendengar seruan (adzan), sedangkan bejana sudah berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sehingga selesai keperluannya itu. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 304]
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ ص يُقَبّلُ وَ يُبَاشِرُ وَ هُوَ صَائِمٌ وَ كَانَ اَمْلَكَكُمْ ِلاِرْبِهِ. البخارى 2 : 233
Dari Aisyah RA, ia berkata, Nabi SAW mencium dan bercumbu padahal beliau berpuasa, dan beliau adalah orang yang paling bisa menguasai nafsunya diantara kamu sekalian. [HR. Bukhari 2 : 233]
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: اِنْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص لَيُقَبّلُ بَعْضَ اَزْوَاجِهِ وَ هُوَ صَائِمٌ ثُمَّ ضَحِكَتْ. البخارى 2 : 233
Dari Aisyah RA, ia berkata, Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah mencium diantara para istri beliau sedangkan beliau berpuasa. Kemudian istrinya tertawa. [HR. Bukhari 2 : 233]
عَنْ عَائِشَةَ وَ اُمّ سَلَمَةَ زَوْجَيِ النَّبِيّ ص اَنَّهُمَا قَالَتَا: اِنْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص لَيُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ غَيْرِ احْتِلاَمٍ فِى رَمَضَانَ ثُمَّ يَصُوْمُ. مسلم 2 : 781
Dari 'Aisyah dan Ummu Salamah istri Nabi SAW, keduanya berkata, Sesungguhnya dahulu Rasulullah SAW pernah pada waktu shubuh di bulan Ramadlan masih dalam keadaan junub karena persetubuhan bukan karena mimpi, kemudian beliau tetap berpuasa. [HR. Muslim 2 : 781]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: اِذَا نَسِيَ فَاَكَلَ وَ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَاِنَّمَا اَطْعَمَهُ اللهُ وَ سَقَاهُ. البخارى 2 : 234
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, Apabila seseorang sedang berpuasa, lalu lupa sehingga makan dan minum, maka hendaklah dia menyempurnakan puasanya. Hanyasanya Allah memberikan makan dan minum kepadanya. [HR. Bukhari 2 : 234]
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا دَخَلَ اْلعَشْرُ اَحْيَا اللَّيْلَ وَ اَيْقَظَ اَهْلَهُ وَ شَدَّ اْلمِئْزَرَ. البخارى و مسلم
Dari Aisyah RA, ia berkata, Adalah Rasulullah SAW apabila memasuki malam-malam sepuluh (akhir Ramadlan) beliau menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikat pinggang (bersungguh-sungguh beribadah). [HR. Bukhari dan Muslim]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ النَّبِيّ ص اِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، هَلَكْتُ. قَالَ: مَا لَكَ؟ قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَ اَنَا صَائِمٌ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَهَلْ تَسْتَطِيْعُ اَنْ تَصُوْمَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ؟ قَالَ: لاَ. فَقَالَ: فَهَلْ تَجِدُ اِطْعَامَ سِتّيْنَ مِسْكِيْنًا؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَمَكَثَ عِنْدَ النَّبِيّ ص فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذلِكَ اُتِيَ النَّبِيُّ ص بِعَرَقٍ فِيْهِ تَمْرٌ، وَ اْلعَرَقُ اْلمِكْتَلُ. قَالَ: اَيْنَ السَّائِلُ؟ فَقَالَ: اَنَا. قَالَ: خُذْ هَا فَتَصَدَّقْ بِهِ. فَقَالَ الرَّجُلُ: اَ عَلَى اَفْقَرَ مِنّى يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَوَ اللهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا يُرِيْدُ اْلحَرَّتَيْنِ اَهْلُ بَيْتٍ اَفْقَرَ مِنْ اَهْلِ بَيْتِى. فَضَحِكَ النَّبِيُّ ص حَتَّى بَدَتْ اَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ: اَطْعِمْهُ اَهْلَكَ. البخارى 2 : 235
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Ketika kami sedang duduk-duduk di sisi Nabi SAW, tiba-tiba seorang laki-laki datang kepada beliau lalu berkata, Wahai Rasulullah, saya binasa. Beliau  bertanya, Ada apa engkau ?. Ia berkata, Saya menyetubuhi istriku diwaktu aku puasa (Ramadlan). Kemudian Rasulullah SAW bersabda, Apakah kamu mempunyai budak yang bisa kamu merdekakan ?. Ia menjawab, Tidak. Beliau bersabda, Apakah kamu mampu untuk berpuasa dua bulan berturut-turut ?. Ia menjawab, Tidak . Beliau bersabda, Apakah kamu dapat memberi makan enam puluh orang miskin ?. Ia berkata, Tidak. (Abu Hurairah) berkata : Lalu orang tersebut diam di sisi Nabi SAW. Ketika kami dalam keadaan demikian itu tiba-tiba dibawakan satu araq kurma kepada Nabi SAW. Adapun araq maksudnya adalah miktal (keranjang). Beliau bersabda, Dimana orang yang bertanya tadi ?. Ia menjawab, Saya. Beliau bersabda, Ambillah ini dan sedeqahkanlah. Ia berkata kepada beliau, Apakah kepada orang yang lebih faqir daripada saya, wahai Rasulullah ? Demi Allah, diantara dua tepian kota Madinah (yang ia maksudkan dua tanah berbatu hitam), tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku. Maka Nabi SAW tertawa sehingga nampak gigi taring beliau. Kemudian beliau bersabda, Berikan makan keluargamu dengan kurma itu. [HR. Bukhari 2 : 235]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ: مَنْ اَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَ لاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَ اِنْ صَامَهُ. البخارى 2: 235
Dari Abu Hurairah, ia merafakannya (ia mengatakan dari Nabi SAW), Barangsiapa berbuka satu hari pada bulan Ramadlan tanpa halangan dan bukan karena sakit, maka tidak bisa diganti dengan puasa selamanya, jika dia akan melakukannya. [HR. Bukhari 2 : 235]
~oO[ @ ]Oo~








Yusuf bin Ziyad : tidak dikenal.
Hammam bin Yahya : Ibnu Hajar mengatakannya : rubama yukhthi-u.
Ali bin Zaid bin Judan : tidak dikenal.
ابن خزيمة وقال : ان صح الخبر ، هب والاصبهاني في لترغيب عن سلمان. وقال الحافظ ابن حجر في أطرافه مداره على علي بن زيد بن جدعان وهو ضعيف ، ويوسف ابن زياد الراوي عنه ضعيف جدا ، وتابعه اياس بن عبد الغفار عن علي بن زيد عند (هب) قال ابن حجر : وإياس ما عرفته ، انتهىز كنز العمال 8: 477
فى السلسلة الضعيفة: منكر


عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ اَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ لَمْ يُجْزِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ. ابن ماجه 1 : 535
Dari Abu Hurairah ia berkata : Nabi SAW bersabda, Barangsiapa berbuka sehari di bulan Ramadlan bukan karena keringanan (yang diberikan Allah padanya), maka tidak bisa diganti dengan puasa selamanya. [HR. Ibnu Majah 1 : 535]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتّحَتْ اَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَ غُلّقَتْ اَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَ سُلْسِلَتِ الشَّيَاطِيْنُ. مسلم 2 : 758
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, Apabila bulan Ramadlan tiba dibukalah pintu-pintu rahmat, ditutuplah pintu-pintu jahannam, dan syaithan-syaithan dirantai. [HR. Muslim juz 2, hal. 758]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: لَمَّا حَضَرَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ اَبْوَابُ اْلجَنَّةِ وَ يُغْلَقُ فِيْهِ اَبْوَابُ اْلجَحِيْمِ وَ تُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ، فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ. مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ. احمد 2: 230، انقطاع
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Ketika tiba bulan Ramadlan Rasulullah SAW bersabda, Telah datang pada kalian bulan Ramadlan, bulan yang diberkahi, Allah mewajibkan kepada kalian berpuasa pada bulan itu, ketika itu pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahim ditutup, dan syaithan-syaithan dibelenggu. Dalam bulan itu ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang terhalang dari kebaikan-kebaikannya, maka sungguh dia telah terhalang (dari segala kebaikan).  [HR. Ahmad juz 2, hal. 230, munqathi]
عَنِ اْلبَرَاءِ رض قَالَ: كَانَ اَصْحَابُ مُحَمَّدٍ ص اِذَا كَانَ الرَّجُلُ صَائِمًا فَحَضَرَ اْلاِفْطَارُ فَنَامَ قَبْلَ اَنْ يُفْطِرَ لَمْ يَأْكُلْ لَيْلَتَهُ وَ لاَ يَوْمَهُ حَتَّى يُمْسِيَ وَ اَنَّ قَيْسَ بْنَ صِرْمَةَ اْلاَنْصَارِيَّ كَانَ صَائِمًا، فَلَمَّا حَضَرَ اْلاِفْطَارُ اَتَى امْرَأَتَهُ فَقَالَ لَهَا: اَ عِنْدَكِ طَعَامٌ؟ قَالَتْ: لاَ، وَ لكِنْ اَنْطَلِقُ فَاَطْلُبُ لَكَ وَ كَانَ يَوْمَهُ يَعْمَلُ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَجَاءَتْهُ امْرَأَتُهُ. فَلَمَّا رَأَتْهُ قَالَتْ: خَيْبَةً لَكَ. فَلَمَّا انْتَصَفَ النَّهَارُ غُشِيَ عَلَيْهِ فَذُكِرَ ذلِكَ لِلنَّبِيّ ص، فَنَزَلَتْ هذِهِ اْلآيَةُ: اُحِلَّ  لَكُمْ لَيْلَةَ الصّيَامِ الرَّفَثُ اِلى نِسَآئِكُمْ، فَفَرِحُوْا بِهَا فَرَحًا شَدِيْدًا وَ نَزَلَتْ: وَ كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا حَتّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلاَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلاَسْوَدِ. البخارى 2: 230
Dari Al-Baraa RA, ia berkata, Dahulu para shahabat Nabi  Muhammad SAW, apabila seseorang berpuasa, dan datang waktu berbuka tetapi ia tidur belum berbuka, maka ia tidak makan di malam dan siang harinya sampai sore. Sesungguhnya Qais bin Shirmah Al-Anshari ia berpuasa. Ketika datang waktu berbuka, ia datang kepada istrinya, lalu berkata kepadanya, Apakah kamu mempunyai makanan ?. Istrinya menjawab, Tidak, tetapi saya akan berangkat untuk mencarikan (makanan) untukmu. Karena pada siang harinya ia bekerja, maka ia (lelah hingga) tertidur sampai istrinya datang. Ketika istrinya melihatnya (ia tertidur), lalu berkata, Rugilah kamu !. Kemudian ketika tengah hari ia pingsan, maka hal itu diceritakan kepada Nabi SAW, maka turunlah ayat ini Uhilla lakum lailatash shiyaamir rafatsu ilaa nisaaikum (Dihalalkan bagimu pada malam hari berpuasa menggauli istrimu). Maka para shahabat sangat gembira karenanya, dan turunlah ayat Wa kuluu wasyrabuu hattaa yatabayyana lakumul khaithul abyadlu minal khaithil aswadi  (Dan makan dan minumlah sehingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam). [HR. Bukhari 2 : 230]
عَنْ عَدِيّ بْنِ حَاتِمٍ رض قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: حَتّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلاَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلاَسْوَدِ مِنَ اْلفَجْرِ، قَالَ لَهُ عَدِيُّ بْنُ حَاتِمٍ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنّى اَجْعَلُ تَحْتَ وِسَادَتِى عِقَالَيْنِ: عِقَالاً اَبْيَضَ وَ عِقَالاً اَسْوَدَ. اَعْرِفُ اللَّيْلَ مِنَ النَّهَارِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنْ وِسَادَتَكَ لَعَرِيْضٌ. اِنَّمَا هُوَ سَوَادُ اللَّيْلِ وَ بَيَاضُ النَّهَارِ. مسلم 2: 766
Dari Adiy bin Hatim RA, ia berkata : Ketika turun ayat Hattaa yatabayyana lakumul khaitul abyadlu minal khaithil aswadi minal fajri (Sehingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam dari fajar), Adiy bin Hatim berkata kepada Rasulullah SAW, Ya Rasulullah, sesungguhnya aku meletakkan dua simpul benang, yaitu benang putih dan benang hitam dibawah bantalku yang aku gunakan untuk mengetahui pergantian malam dengan siang. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, Kalau begitu bantalmu lebar sekali ?. Sesungguhnya (yang dimaksud ayat tersebut) adalah hitamnya malam dan putihnya siang. [HR. Muslim 2 : 766]
عَنْ اَبِى بَكْرٍ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ عَنْ رَجُلٍ مِنْ اَصْحَابِ النَّبِيّ ص قَالَ: رَاَيْتُ النَّبِيَّ ص يَصُبُّ اْلمَاءَ عَلَى رَاْسِهِ مِنَ اْلحَرّ وَ هُوَ صَائِمٌ. احمد و ابو داود
Dari Abu Bakar bin Abdur Rahman dari seorang laki-laki shahabat Nabi SAW, ia berkata, Aku melihat Nabi SAW menuangkan air ke kepala beliau karena cuaca panas sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. [HR. Ahmad dan Abu Dawud]
Read more...