Setelah Sebelumnya memosting tentang Keutamaan Puasa dan shalat malam di bulan ramadhan sekarang kembali lagi kebagin selanjutnya.
Ada beberapa hal yang kadang-kadang perlu mendapatkan penjelasan:
1. Wajib bagi setiap muslim, mengerjakan puasa ini karena iman dan mencari pahala. Bukan karena riya’, sum’ah (ingin disebut-sebut amalnya), taklid pada orang-orang atau ikut-ikutan keluarga dan orang-orang didaerahnya. Harusnya yang menjadi pendorong dirinya mengerjakan puasa adalah imannya bahwa Allah I telah mewajibkan puasa ini baginya dan keinginan mencari pahala di sisi Rabbnya. Demikian pula Qiyamu Ramadlan, setiap muslim harus mengerjakannya karena iman dan mencari pahala, bukan karena sebab lain. Oleh karena itu Rasulullah r bersabda:
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه ومن قام إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه ومن قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barangsiapa yang puasa Ramadlan karena iman dan mencari pahala maka akan diampuni semua dosa-dosanya yang telah lalu. Barangsiapa yang shalat malam (tarawih) Ramadlan karena iman dan mencari pahala maka akan diampuni semua dosa-dosanya yang telah lalu. Barangsiapa yang bangun (beribadah) pada malam lailatul qadar karena iman dan mencari pahala maka akan diampuni semua dosa-dosanya yang telah lalu.”
2. Beberapa hal yang kadang dialami oleh orang yang sedang puasa seperti luka, mimisan, muntah, masuknya air atau bensin ke dalam tenggorokan tanpa disengaja. Semua hal tersebut tidak merusak puasa, kecuali orang yang sengaja muntah maka puasanya rusak (batal), berdasarkan sabda Rasulullah r:
من ذرعه القيء فلا قضاء عليه ومن استقاء فعليه القضاء
“Barangsiapa yang muntah (tanpa disengaja) maka tidak wajib mengqadla, dan barang siapa yang sengaja muntah maka wajib mengqadla.”
3. Beberapa perbuatan yang dikerjakan oleh sebagian orang yang puasa berupa mengakhirkan mandi janabat sampai terbit fajar, demikian pula sebagian wanita yang mengakhirkan membersihkan haidl dan nifas sampai terbit fajar jika telah melihat (dirinya) telah suci sebelum fajar maka wajib berpuasa, tidak mengapa mengakhirkan mandi janabat sampai terbitnya fajar, tetapi tidak boleh mengakhirkannya sampai terbit matahari. Ia wajib mandi dan shalat shubuh sebelum terbit matahari, sedangkan bagi laki-laki harus bersegera mandi janabat agar bisa mengerjakan shalat shubuh berjama’ah (di masjid).
4. Di antara pekerjaan yang tidak merusak puasa adalah pemeriksaan darah dan disuntik yang bukan bertujuan memberikan makanan (infus), tetapi mengkhirkan pekerjaan seperti ini sampai malam hari lebih baik dan lebih selamat –jika memungkinkan- berdasarkan sabda Rasulullah r:
دع ما يريبك إلى ما لا يريبك
“Tinggalkanlah pekerjaan yang kamu ragu-ragu (hukumnya) dengan (berpindahlah dengan mengerjakan) pekerjaan yang kamu tidak ragu-ragu.”
Dan sabdanya r juga:
من اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه
“Barangsiapa yang menghindari syubuhat (perkara yang tidak jelas hukumnya bagi dirinya) maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.”
5. Tidak tenang dalam mengerjakan shalat, baik fardlu maupun nafilah (sunnah). Hadits-hadits shahih dari Rasulullah r telah menunjukkan bahwa thuma`ninah (tenang) merupakan salah satu rukun shalat, yang mempengaruhi syah tidaknya shalat. (Thuma`ninah) adalah tenang dan khusyu’ dalam shalat, tidak tergesa-gesa sampai semua sendi kembali ke tempatnya semula. Banyak orang yang mengerjakan shalat tarawih dengan cara shalat yang tidak dia fahami dan tidak tenang, (mengerjakannya) sepeti orang menanduk. Shalat dengan cara sepeti ini batal dan orang yang melakukannya berdosa.
6. Sebagian orang berkeyakinan bahwa shalat tarawih tidak boleh kurang dari 23 raka’at. Ada juga yang lain yang berkeyakinan bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 atau 13 raka’at. Ini semua adalah keyakinan yang tidak pada tempatnya bahkan merupakan kesalahan, dan tidak sesuai dengan dalil-dalil.
Hadits-hadits shahih dari Rasulullah r menunjukkan bahwa shalat malam itu tidak dibatasi (dengan raka’at tertentu). Beliau shalat malam 11 raka’at, dan kadang-kadang 13 raka’at atau kurang dari jumlah tersebut, baik di bulan Ramadlan maupun di bulan lain. Ketika ditanya tentang shalat malam, beliau r menjawab:
مثنى مثنى فإذا خشي أحدكم الصبح صلى واحدة توتر له ماقد صلى
“(Shalat malam itu) dua raka’at dua raka’at, jika salah seorang di antara kalian khawatir mendekati shubuh, maka shalat satu raka’at sebagai witir bagi shalatnya yang sudah dikerjakan itu.” (Hadits ini telah disepakati keshahihahnnya)
Rasulullah r tidak menentukan jumlah raka’at tertentu, baik di bulan Ramadlan maupun di luar Ramadlan. Oleh karena itu para sahabat pada masa pemerintahan Umar t kadang-kadang shalat 23 raka’at dan kadang-kadang 11 raka’at. Ini semua bersumber dari Umar dan para sahabat di masanya (Umar).
Sebagian ulama salaf dahulu shalat pada bulan Ramadlan 36 raka’at ditambah witir 3 raka’at (seluruhnya 39 raka’at) dan sebagian yang lain ada yang shalat 41 raka’at. Ini semua disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan ulama lainnya. Syaikhul Islam juga menjelaskan bahwa masalah jumlah ini tidak ada batasan. Menurut beliau yang afdlal (paling utama) bagi orang yang bacaan (suratnya) panjang maka jumlah ruku’ dan sujudnya (maksudnya raka’atnya) sedikit, sedangkan bagi yang bacaannya pendek maka ia menambah jumlah ruku’ dan sujudnya, ini makna ungkapan beliau –rahimahullah.
Orang yang mengamati sunnah Rasulullah r akan mengetahui bahwa yang afdlal dari semua ini adalah 11 atau 13 raka’at, baik di bulan Ramadlan maupun di bulan lain karena itulah yang paling tepat dengan perbuatan Nabi r dalam sebagian besar perbuatannya, sebab ini yang paling ringan untuk orang-orang yang mau shalat malam dan paling dekat kepada khusyu’ dan thuma`ninah. Namun bagi orang yang hendak menambah maka tidak mengapa dan bukan perbuatan yang makruh, sebagaimana telah dijelaskan tadi.
Adapun yang afdlal bagi orang yang shalat Qiyamu Ramadlan bersama imam, hendaknya tidak meninggalkan shalat sampai imam selesai shalatnya (artinya shalat bersama imam sampai akhir), berdasarkan sabda Rasulullah r:
إن الرجل إذا قام مع الإمام حتى ينصرف كتب له قيام ليلة
“Sesungguhnya seseorang jika shalat bersama imam (jama’ah) sampai selesai maka dicatat baginya qiyam malam tersebut.”
Disyariatkan bagi seluruh kaum muslimin untuk bersungguh-sungguh dalam mengerjakan semua jenis ibadah pada bulan yang mulia ini, dengan shalat nafilah, membaca al Qur`an dengan tadabbur dan ta’aqqul (memahaminya), memperbanyak tasbih, tahlil, tahmid, takbir, istighfar dan do’a-do’a yang disyariatkan, beramar ma’ruf nahi munkar, berda’wah ke jalan Allah I, membantu orang-orang faqir dan miskin, bersungguh-sungguh dalam birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), shilaturrahim, menghormati tamu, mengunjungi orang sakit dan perbuatan-perbuatan baik lainnya, seperti yang telah dijelaskan dalam sabda beliau r:
ينظر الله إلى تنافسكم فيه فيباهي بكم ملائكته فأروا الله من أنفسكم خيرا فإن الشقي من حرم فيه رحمة الله
“Allah I akan melihat berlomba-lombanya kalian (dalam kebaikan) pada bulan ini, kemudian Allah I akan membanggakan kalian di hadapan para malaikatnya, maka tunjukkanlah kebaikan (yang) kalian (kerjakan). Sesungguhnya orang yang merugi pada bulan Ramadlan adalah orang yang terhalang dari rahmat Allah I.”
Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah r bersabda:
عمرة في رمضان تعدل حجة –أو قال- حجة معي
“Umrah pada bulan Ramadlan seperti haji –atau- seperti haji bersamaku (Nabi r).”
Hadits-hadits dan atsar-atsar yang menunjukkan disyariatkannya berlomba-lomba dalam berbagai perbuatan baik pada bulan ini, sangat banyak.
Allah I jualah tempat memohon agar memberikan taufik kepada kita dan seluruh kaum muslimin (untuk bisa mengerjakan) semua amal yang diridloi-Nya, menerima puasa dan shalat malam (tarawih) kita, memperbaiki keadaan kita, melindungi kita semua dari kegelapan fitnah-fitnah, sebagaimana kita juga memohon kepada-Nya agar Ia berkenan memperbaiki para pemimpin kaum muslimin dan mempersatukan mereka dalam kebenaran. Sesungguhnya hanya Allahlah yang sanggup melakukan hal itu.
======================
*) diterjemahkan dan diringkas dari tulisan (salah satu dari dua tulisan) dalam buku kecil berjudul ”Risaalataani Muujazataani fiz Zakaati wash Shiyaam“ (رسالتان موجزتان فى الزكاة والصيام )karya Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz – rahimahullaah, diterbitkan oleh Daarul Wathan, cetakan keenam, tahun 1419H.
0 komentar:
Posting Komentar